SEKOLAH HANYA UNTUK ORANG KAYA

SEKOLAH HANYA UNTUK ORANG KAYA - Orang miskin tidak punya hak untuk bersekolah memang sudah ada sejak jaman dulu, sejak jaman penjajahan Belanda di Indonesia (Hindia Timur) orang miskin memang tidak diperkenankan untuk bersekolah. Sekolah hanya berlaku untuk anak keturuan Belanda dan keturunan para mandor (orang pribumi yang membantu kepentingan penjajah). Orang-orang misikin tidaklah layak untuk bersekolah, terlebih lagi anak perempuan, sangat dilarang keras untuk bersekolah, karena pada masa itu anak perempuan hanya bertugas di dapur, namun kemajuan demi kemajuan terus terjaid atas perjuangan bangsa Indonesia sendiri, dengan mendirikan Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara memberi kesempatan kepada anak-anak pribumi untuk mengenyam pendidikan. Raden Ajeng Kartini juga memperjuangkan emansipasi wanita dengan memperjuangkan hak wanita untuk bisa setara dengan laki-laki, termasuk dalam bidang pendidikan. Sampai Indonesia merdeka pun sebenarnya pendidikan sudah mengalami reparasi secara fundamental, termasuk dengan pengesahan kebijakan Wajib Belajar yang canangkan pada orde baru. Namun, apakah istilah “sekolah hanya untuk orang kaya” masih bisa diakui pada era Jokowi? Sayangnya, jawabannya adalah “IYA”. Sampai sekarang pun memang sekolah hanya untuk orang kaya, meski hanya representatif terhadap beberapa kalangan saja. Hadirnya kartu Indonesia pintar tampaknya hanya berlaku untuk mereka yang miskin tapi berkemampuan tinggi secara intelektual, lantas bagaimana dengan mereka yang miskin namun intelektualitasnya rendah? Padahal untuk menjadi pintar saja mereka tidak sempat lantaran membantu orang tua untuk bekerja, berdasarkan pengalaman penulis ketika mengajar di daerah 3T wilayah Jember, naasnya lagi sebagian dari anak-anak marginal ini tidak memilliki orang tua, dengan kata lain mereka bekerja bukan untuk membantu orang tua, tapi lebih pahit lagi, mereka bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri. Apakah pemerintah tahu soal ini? mungkin iya, tapi apakah pemerintah sudah menyiapkan wadah untuk menampung dan mengakomodir aspirasi ini? dengan adanya fakta di lapangan penulis masih meragukan. Namun tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah pendidikan memang patut untuk diapresiasi meski kebermanfaatannya masih bisa dirasakan oleh beberapa kalangan saja. Diterjunkannya SM3T misalnya. Kemangkiran siswa dari sekolah memang mayoritas atas alasan ekonomi, namun alasan ekonomi dapat dikesampingkan dahulu manakala motivasi untuk bersekolah menjadi alasan pertama untuk tidak mangkir dari sekolah. Kehadiran SM3T membawa banyak manfaat dan amanat. Sebab, selain mengajar, mereka juga punya tanggung jawab untuk memotivasi peserta didik, memberikan solusi terhadap permasalahan di masyarakat dan lain-lain. Selain pemerintah, masih banyak orang-orang baik yang concern pada dunia pendidikan di Indonesia, Anies Baswedan menggagas Indonesia Mengajar dan Kelas Inspirasi juga bertujuan salah satunya untuk mengatasi masalah ini, selain itu, Indonesia Mengajar ternyata juga menginspirasi mahasiswa sebagai agent of change untuk melakukan gerakan kepengajaran dengan mendirikan organisasi, seperti; Unej Mengajar, UM Mengajar, Brawijawa Mengajar, dan lain-lain. Oleh sebab itu kita sebagai warga negara yang punya tanggung jawab terhadap pendidikan tidak lantas harus pesimis dan saling menyalahkan, mari kita optimis dan melakukan sesuatu untuk pendidikan di negeri kita. Seperi yang penulis sampaikan pada artikel sebelumnya, bahwa pendidikan bukan tanggung jawab sekolah atau orang tua, tapi pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah/sekolah, orang tua, dan masyarakat. Semoga artikel kali ini bisa memberi inspirasi dan mengilhami pembaca sekalian untuk berkontribusi pada pendidikan di Indonesia.
Lebih baru Lebih lama